Cadar atau niqab atau purdah atau burqa semenjak satu atau dua dekade lalu menjadi sangat populer, tidak hanya di Indonesia namun di seluruh dunia. Sayangnya, cadar bukan terkenal karena hikmah yang terkandung di baliknya, namun cadar menjadi sangat notorious karena selalu dihubungkan dengan pemerkosaan hak asasi perempuan. (Baca: Misteri Wajah Dibalik Cadar I)
Dear KoKiers,
Hukum Syari’ah tidaklah sekejam seperti yang digambarkan selama ini. Contoh kasus, hukum rajam di dalam hukum syari’ah tidak mudah untuk dilaksanakan. Selain melalui proses yang sangat berbelit juga ada syarat. Misalnya, syarat harus menghadirkan empat saksi yang benar-benar menyaksikan seseorang sedang melakukan perzinaan.
Selain hukum rajam, cadar atau burqa, dalam hal ini jilbab, juga menjadu sorotan. Cobalah bertanya kepada wanita yang memakai kerudung atau cadar atau burqa apakah mereka terpaksa atau suka rela memakainya. Angka di lapangan akan sangat mengejutkan.
Cadar atau jilbab bukanlah bentuk penindasan hak perempuan, justru sebaliknya, memberikan kebebasan penuh kepada perempuan untuk menjadi diri sendiri dan tidak hanya dilihat sebagai objek seksual semata. Pemakaian hijab tanpa cadar merupakan kewajiban setiap muslimah. Sementara, cadar lebih merupakan sunnah atau anjuran baik jika memang diperlukan.
Anti cadar sudah menjadi suatu agenda di negara-negara Eropa lain, mengikuti Perancis dan Belgia misalnya. Tentu, kita tidak boleh begitu saja menyalahkan pemerintah Perancis atau Belgia. Mereka berhak mengeluarkan undang-undang bagi warga negaranya. Namun yang menjadi ironis, saat negara-negara tersebut memuja kebebasan tanpa batas, di sisi lain (baca: burqa) mereka memberlakukan sebaliknya. Jika dengan alasan kebebasan, lalu mengapa mereka menekan kebebasan bercadar?
Hukum memakai cadar sampai saat inipun masih memunculkan perbedaan pendapat di kalangan muslim. Sebagian kecil ulama menyatakan hukumnya wajib bagi perempuan, namun sebagaian besar ulama mengatakan pemakaian cadar bukanlah hal yang diwajibkan, hanya bersifat sunnah. Masing-masing mengemukakan pendapatnya dengan alasan yang kuat.
Perbedaan pendapat tentang cadar tidak menjadikan kaum muslim bertikai karena pemakaian cadar bukan hal yang sangat prinsip dalam agama. Di dalam teks kitab suci maupun hadist, secara eksplisit tidak ditemukan adanya perintah untuk memakai cadar, kecuali bagi istri-istri nabi.
Keuntungan Memakai Cadar
Di negara-negara gurun pasir, seperti yang telah disinggung di bagian pertama, budaya pemakaian cadar bagi perempuan antara lain bertujuan untuk melindungi pemakainya dari kerasnya iklim dan debu gurun yang sangat panas. Sinar matahari yang ganas menyebabkan efek merugikan bagi kulit, khususnya perempuan.
Pemakaian krim-krim pelindung ultra violet belum dikenal pada zaman dulu. Pemakaian burqa yang menutupi wajah memang dirasa cukup siginifikan. Perempuan gurun yang memakai cadar akan terlindungi kulit wajahnya dan terjaga kelembabannya sehingga tidak mudah keriput termakan kerasnya sinar matahari.
Salah seorang penulis Inggris suka rela tinggal bersama suku Bedouin di wilayah rural Dubai. Di sana, para wanita memakai semacam topeng mirip topeng batman, bukan cadar seperti pada umumnya. Hal ini membuat sang penulis terkagum-kagum dengan adat istiadat perempuan yang memakai topeng batman ini.
Para wanita tersebut tidak canggung pun tidak merasakan pemakaian topeng (cadar) sebagai beban. Yang membuat penulis tersebut keheranan adalah kecantikan alami para wanita gurun tersebut ketika tidak sedang bertopeng. Wajah mereka halus dan lembab tanpa jerawat sama sekali.
Ada peristiwa yang bisa disebut ekstrim berkaitan dengan pemakaian cadar ini, seperti yang aku kutip di salah satu media. Di suatu wilayah di Arab Saudi, ada sepasang suami istri yang tergolong unik. Layaknya wanita Arab pada umumnya, mayoritas perempuan mengenakan cadar yang menutup sebagian besar wajahnya, hanya matanya yang nampak. Cerita berawal ketika sang istri menuntut cerai suaminya gara-gara sang suami membuka cadar wajah istrinya. Nah lho...!
Alkisah, mereka sudah menikah selama tiga puluh tahun. Yang aneh, selama pernikahan mereka, sang suami belum pernah melihat wajah sang istri sekalipun. Aneh bin ajaib! Sang istri menganut tradisi bahwa siapapun dilarang melihat wajahnya, bahkan suaminya sendiri. Sang istri menolak keras untuk memperlihatkan wajahnya yang 'telanjang' kepada suami. No way...!
Keheranan sang suami sangatlah wajar, dan heloooooooo.... mereka telah menikah selama tiga puluh tahun! Kesabaran dan rasa penasaran yang besar selama tiga puluh tahun akhirnya membuatnya nekad membuka cadar istri tatkala sang istri tidur nyenyak. Namun apa daya, upaya ini tidak urung diketahui sang istri yang saat tidurpun tidak pernah lepas dari cadar.
Mengetahui kenekadan sang suami, sang istri merasa dikhianat dan akhirnya menuntut cerai! Cerita seperti ini ternyata tidak saja terjadi pada satu pasangan saja. Ada beberapa contoh lain.
Cerita ekstrim ini tidak ada kaitannya dengan hukum Islam sama sekali. Bahkan, sang istripun mengakui pemakaian cadar adalah bagian tradisi turun-temurun. Namun, berhubung kasusnya muncul di Timur Tengah, maka tidak heran jika dikaitkan dengan agama Islam. Di dalam Islam, ketika sudah menjadi suami istri, maka tidak berlaku lagi hukum aurat. Kedua belah pihak boleh melihat aurat pasangannya. Disebutkan dalam beberapa riwayat, bahkan saat melamar, seorang lelaki diperbolehkan melihat wajah sang calon istri, demikian sebaliknya.
Cadar belakangan ini semakin naik daun, tidak saja di luar negeri namun juga di dalam negeri. Jika Perancis secara resmi memberlakukan undang-undang anti cadar, menurut hemat dan pendapat pribadi, memang sebaiknya perempuan bercadar tersebut mematuhi pemerintah dimana mereka tinggal. Suka atau tidak suka, mereka tinggal di negara orang lain. Sebagai warga negara yang baik, mereka harus taat hukum dan sudah sepantasnya mematuhi peraturan pemerintah. Tidak mudah memang untuk melepaskan cadar bagi mereka yang sudah terbiasa memakainya.
Di Indonesia sendiri, setali tiga uang. Cadar lebih dilihat sebagai sesuatu yang negatif dan pantas dicurigai dan sudah selayaknya dimata-mati. Hal ini kemungkinan dikaitkan dengan aksi terorisme. Menyedihkan memang. To make a matter worse, para tersangka yang 'dituduh' sebagai gerombolan teroris rata-rata mempunyai istri yang kebetulan bercadar. Klop sudah, cadar identik dengan terorisme. Masyarakat terlanjur beropini. Citra yang sangat berlawanan sekali dengan kenyataan yang ada. Padahal belum tentu mereka seburuk dengan apa yang dicitrakan.
Terorisme bisa terjadi dimanapun, dari berbagai latar belakang agama, seribu satu alasan yang menjustifikasi atau berbagai up bringing dan latar belakang budaya. Terlalu gegabah mengidentikkan terorisme dengan Islam, terlebih dengan perempuan bercadar. Cadar tidak ada hubungannya dengan aksi terorisme.
Selama ini, propaganda-propaganda dunia yang berkaitan dengan Islam lebih banyak menyudutkan Islam. Dan lebih parah, ditambah dengan perilaku sebagian kecil kalangan Islam yang tidak berinisiatif memperbaiki citra agama,. Meraka malah makin memperkeruh suasana dengan tindakan-tindakan yang mencoreng agama atau melakukan kekerasan dengan dalih agama.
Akhir kalam...seperti pepatah bilang, don't judge a book by its cover. Apa yang nampak dari luar belum tentu apa yang akan kita dapatkan. Tak sayang karena tidak kenal.
Baca juga Misteri Wajah Dibalik Cadar (Jilid pertama)
Dear KoKiers,
Hukum Syari’ah tidaklah sekejam seperti yang digambarkan selama ini. Contoh kasus, hukum rajam di dalam hukum syari’ah tidak mudah untuk dilaksanakan. Selain melalui proses yang sangat berbelit juga ada syarat. Misalnya, syarat harus menghadirkan empat saksi yang benar-benar menyaksikan seseorang sedang melakukan perzinaan.
Selain hukum rajam, cadar atau burqa, dalam hal ini jilbab, juga menjadu sorotan. Cobalah bertanya kepada wanita yang memakai kerudung atau cadar atau burqa apakah mereka terpaksa atau suka rela memakainya. Angka di lapangan akan sangat mengejutkan.
Cadar atau jilbab bukanlah bentuk penindasan hak perempuan, justru sebaliknya, memberikan kebebasan penuh kepada perempuan untuk menjadi diri sendiri dan tidak hanya dilihat sebagai objek seksual semata. Pemakaian hijab tanpa cadar merupakan kewajiban setiap muslimah. Sementara, cadar lebih merupakan sunnah atau anjuran baik jika memang diperlukan.
Anti cadar sudah menjadi suatu agenda di negara-negara Eropa lain, mengikuti Perancis dan Belgia misalnya. Tentu, kita tidak boleh begitu saja menyalahkan pemerintah Perancis atau Belgia. Mereka berhak mengeluarkan undang-undang bagi warga negaranya. Namun yang menjadi ironis, saat negara-negara tersebut memuja kebebasan tanpa batas, di sisi lain (baca: burqa) mereka memberlakukan sebaliknya. Jika dengan alasan kebebasan, lalu mengapa mereka menekan kebebasan bercadar?
Hukum memakai cadar sampai saat inipun masih memunculkan perbedaan pendapat di kalangan muslim. Sebagian kecil ulama menyatakan hukumnya wajib bagi perempuan, namun sebagaian besar ulama mengatakan pemakaian cadar bukanlah hal yang diwajibkan, hanya bersifat sunnah. Masing-masing mengemukakan pendapatnya dengan alasan yang kuat.
Perbedaan pendapat tentang cadar tidak menjadikan kaum muslim bertikai karena pemakaian cadar bukan hal yang sangat prinsip dalam agama. Di dalam teks kitab suci maupun hadist, secara eksplisit tidak ditemukan adanya perintah untuk memakai cadar, kecuali bagi istri-istri nabi.
Keuntungan Memakai Cadar
Di negara-negara gurun pasir, seperti yang telah disinggung di bagian pertama, budaya pemakaian cadar bagi perempuan antara lain bertujuan untuk melindungi pemakainya dari kerasnya iklim dan debu gurun yang sangat panas. Sinar matahari yang ganas menyebabkan efek merugikan bagi kulit, khususnya perempuan.
Pemakaian krim-krim pelindung ultra violet belum dikenal pada zaman dulu. Pemakaian burqa yang menutupi wajah memang dirasa cukup siginifikan. Perempuan gurun yang memakai cadar akan terlindungi kulit wajahnya dan terjaga kelembabannya sehingga tidak mudah keriput termakan kerasnya sinar matahari.
Salah seorang penulis Inggris suka rela tinggal bersama suku Bedouin di wilayah rural Dubai. Di sana, para wanita memakai semacam topeng mirip topeng batman, bukan cadar seperti pada umumnya. Hal ini membuat sang penulis terkagum-kagum dengan adat istiadat perempuan yang memakai topeng batman ini.
Para wanita tersebut tidak canggung pun tidak merasakan pemakaian topeng (cadar) sebagai beban. Yang membuat penulis tersebut keheranan adalah kecantikan alami para wanita gurun tersebut ketika tidak sedang bertopeng. Wajah mereka halus dan lembab tanpa jerawat sama sekali.
"Their skin is so smooth and natural. it makes me amazed," tulisnya dalam salah satu memoirnya.Dear KoKiers,
Ada peristiwa yang bisa disebut ekstrim berkaitan dengan pemakaian cadar ini, seperti yang aku kutip di salah satu media. Di suatu wilayah di Arab Saudi, ada sepasang suami istri yang tergolong unik. Layaknya wanita Arab pada umumnya, mayoritas perempuan mengenakan cadar yang menutup sebagian besar wajahnya, hanya matanya yang nampak. Cerita berawal ketika sang istri menuntut cerai suaminya gara-gara sang suami membuka cadar wajah istrinya. Nah lho...!
Alkisah, mereka sudah menikah selama tiga puluh tahun. Yang aneh, selama pernikahan mereka, sang suami belum pernah melihat wajah sang istri sekalipun. Aneh bin ajaib! Sang istri menganut tradisi bahwa siapapun dilarang melihat wajahnya, bahkan suaminya sendiri. Sang istri menolak keras untuk memperlihatkan wajahnya yang 'telanjang' kepada suami. No way...!
Keheranan sang suami sangatlah wajar, dan heloooooooo.... mereka telah menikah selama tiga puluh tahun! Kesabaran dan rasa penasaran yang besar selama tiga puluh tahun akhirnya membuatnya nekad membuka cadar istri tatkala sang istri tidur nyenyak. Namun apa daya, upaya ini tidak urung diketahui sang istri yang saat tidurpun tidak pernah lepas dari cadar.
Mengetahui kenekadan sang suami, sang istri merasa dikhianat dan akhirnya menuntut cerai! Cerita seperti ini ternyata tidak saja terjadi pada satu pasangan saja. Ada beberapa contoh lain.
Cerita ekstrim ini tidak ada kaitannya dengan hukum Islam sama sekali. Bahkan, sang istripun mengakui pemakaian cadar adalah bagian tradisi turun-temurun. Namun, berhubung kasusnya muncul di Timur Tengah, maka tidak heran jika dikaitkan dengan agama Islam. Di dalam Islam, ketika sudah menjadi suami istri, maka tidak berlaku lagi hukum aurat. Kedua belah pihak boleh melihat aurat pasangannya. Disebutkan dalam beberapa riwayat, bahkan saat melamar, seorang lelaki diperbolehkan melihat wajah sang calon istri, demikian sebaliknya.
Cadar belakangan ini semakin naik daun, tidak saja di luar negeri namun juga di dalam negeri. Jika Perancis secara resmi memberlakukan undang-undang anti cadar, menurut hemat dan pendapat pribadi, memang sebaiknya perempuan bercadar tersebut mematuhi pemerintah dimana mereka tinggal. Suka atau tidak suka, mereka tinggal di negara orang lain. Sebagai warga negara yang baik, mereka harus taat hukum dan sudah sepantasnya mematuhi peraturan pemerintah. Tidak mudah memang untuk melepaskan cadar bagi mereka yang sudah terbiasa memakainya.
Di Indonesia sendiri, setali tiga uang. Cadar lebih dilihat sebagai sesuatu yang negatif dan pantas dicurigai dan sudah selayaknya dimata-mati. Hal ini kemungkinan dikaitkan dengan aksi terorisme. Menyedihkan memang. To make a matter worse, para tersangka yang 'dituduh' sebagai gerombolan teroris rata-rata mempunyai istri yang kebetulan bercadar. Klop sudah, cadar identik dengan terorisme. Masyarakat terlanjur beropini. Citra yang sangat berlawanan sekali dengan kenyataan yang ada. Padahal belum tentu mereka seburuk dengan apa yang dicitrakan.
Terorisme bisa terjadi dimanapun, dari berbagai latar belakang agama, seribu satu alasan yang menjustifikasi atau berbagai up bringing dan latar belakang budaya. Terlalu gegabah mengidentikkan terorisme dengan Islam, terlebih dengan perempuan bercadar. Cadar tidak ada hubungannya dengan aksi terorisme.
Selama ini, propaganda-propaganda dunia yang berkaitan dengan Islam lebih banyak menyudutkan Islam. Dan lebih parah, ditambah dengan perilaku sebagian kecil kalangan Islam yang tidak berinisiatif memperbaiki citra agama,. Meraka malah makin memperkeruh suasana dengan tindakan-tindakan yang mencoreng agama atau melakukan kekerasan dengan dalih agama.
Akhir kalam...seperti pepatah bilang, don't judge a book by its cover. Apa yang nampak dari luar belum tentu apa yang akan kita dapatkan. Tak sayang karena tidak kenal.
Baca juga Misteri Wajah Dibalik Cadar (Jilid pertama)
0 komentar:
Post a Comment