Pada Jumat pagi, gempa dahsyat berkekuatan 8,9 Skala Ricther (SR) mengguncang pesisir timur Honshu, Jepang. Mengapa kadang gempa menimbulkan tsunami dan kadang tidak?
Gempa yang terjadi di Jepang memicu tsunami setinggi 9,1 meter dan membuat US National Weather Service (USNWS) mengeluarkan peringatan bagi 50 negara di wilayah Pasifik.
Gelombang tsunami yang terjadi bahkan telah mencapai Hawaii. Pejabat telah memerintakan evakuasi di area pesisir Hawaii. Sebenarnya, apa yang menyebabkan terkadang gemba bisa memicu tsunami dan tidak?
Beberapa faktor memiliki peran. Yakni, besarnya gempa, arah gempa dan topografi dasar laut. Pertama, besar gempa yang merupakan ukuran amplitudo gelombang seismik terbesar yang terekam pada gempa harus melebihi ambang tertentu.
Kekuatan gempa bumi 8,9 SR di Jepang sudah cukup memicu tsunami. Tetapi, gempa bumi yang memiliki kekuatan 7,7 SR yang melanda Indonesia pada Oktober 2010 lalu telah melampaui ambang batas untuk menyebabkan terjadinya tsunami.
Kekuatan gempa diukur menggunakan skala logaritmik, sehingga gempa dengan besaran 5 akan menghasilkan gelombang seismik 10 kali lebih besar dalam amplitudo dibanding gempa yang memiliki besaran 4.
“Gempa bumi yang kekuatannya di bawah 7 atau 7,5 biasanya tak memicu tsunami,” kata ahli geofisika Don Blakeman dari National Earthquake Information Center US Geological Survey (USGS).
“Namun, kadang-kadang gempa bumi berkekuatan 6,0 saja bisa memicu tsunami lokal, tsunami yang lebih kecil dan tak terlalu merusak”.
Penelitian terbaru menemukan, gempa bumi yang melanda Haiti pada Januari 2010 benar-benar memicu serangkaian kecil tsunami lokal.
Tetap,i menurut juru bicara USGS Bob Kimmel, karena gempa susulan yang terjadi kekuatannya tak melebihi 5,3 maka gempa itu tak cukup besar memicu tsunami tambahan.
Gempa bumi bisa memicu tsunami ketika aktivitas seismik menyebabkan tanah di sepanjang jalur patahan bergerak ke atas atau ke bawah. Ketika bagian dari dasar laut bergeser secara vertikal, baik naik atau turun, seluruh kolom air menjadi terpindah.
Alhasil menurut Blakeman, ‘gelombang’ energi pun tercipta dan mendorong air yang ada. Menurut ahli geofisika USGS John Bellini, gempa bumi yang mendorong tanah ke arah horisontal cenderung tidak menyebabkan gelombang dahsyat.
Ketika energi mendorong lempeng Bumi secara horizontal, tanah tak akan naik atau turun, gempa pun tak akan cukup untuk menimbulkan tsunami, lanjut Bellini.
Ketinggian gelombang tsunami dipengaruhi pergerakan vertikal tanah. Jadi, perubahan topografi dasar laut bisa memperkuat atau mengurangi gelombang karena mereka berjalan bersama.
“Ketika bergerak di lautan, gelombang tsunami biasanya berjalan dengan kecepatan 805-1.287 kilometer per jam, kira-kira setara kecepatan pesawat jet,” kata Blakeman. Namun, kecepatan tsunami akan melambat ketika mendekati tanah, lanjutnya.
“Air tiba-tiba surut secara drastis dari pantai merupakan tanda peringatan tsunami sedang mendekat,” papar Blakeman.
Parahnya, terkadang tsunami datang berpasangan. Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika Indonesia, gempa 7,7 SR yang melanda Indonesia pada April lalu memicu dua tsunami.
Satu hal yang tak mempengaruhi tsunami adalah cuaca. Ini karena cuaca ditenagai energi yang berasal dari pergeseran dasar laut dan ombak secara signifikan tak terpengaruh kondisi cuaca di sekitarnya, tambah Blakeman.
Menurut USGS, untuk menentukan apakah gempa akan menghasilkan tsunami dan untuk memprediksi seberapa parah kerusakan yang akan ditimbulkan, peneliti mengukur tinggi dan energi gelombang berikutnya menggunakan sensor tekanan laut dan pengukur pasang surut.
inilah.com
Gempa yang terjadi di Jepang memicu tsunami setinggi 9,1 meter dan membuat US National Weather Service (USNWS) mengeluarkan peringatan bagi 50 negara di wilayah Pasifik.
Gelombang tsunami yang terjadi bahkan telah mencapai Hawaii. Pejabat telah memerintakan evakuasi di area pesisir Hawaii. Sebenarnya, apa yang menyebabkan terkadang gemba bisa memicu tsunami dan tidak?
Beberapa faktor memiliki peran. Yakni, besarnya gempa, arah gempa dan topografi dasar laut. Pertama, besar gempa yang merupakan ukuran amplitudo gelombang seismik terbesar yang terekam pada gempa harus melebihi ambang tertentu.
Kekuatan gempa bumi 8,9 SR di Jepang sudah cukup memicu tsunami. Tetapi, gempa bumi yang memiliki kekuatan 7,7 SR yang melanda Indonesia pada Oktober 2010 lalu telah melampaui ambang batas untuk menyebabkan terjadinya tsunami.
Kekuatan gempa diukur menggunakan skala logaritmik, sehingga gempa dengan besaran 5 akan menghasilkan gelombang seismik 10 kali lebih besar dalam amplitudo dibanding gempa yang memiliki besaran 4.
“Gempa bumi yang kekuatannya di bawah 7 atau 7,5 biasanya tak memicu tsunami,” kata ahli geofisika Don Blakeman dari National Earthquake Information Center US Geological Survey (USGS).
“Namun, kadang-kadang gempa bumi berkekuatan 6,0 saja bisa memicu tsunami lokal, tsunami yang lebih kecil dan tak terlalu merusak”.
Penelitian terbaru menemukan, gempa bumi yang melanda Haiti pada Januari 2010 benar-benar memicu serangkaian kecil tsunami lokal.
Tetap,i menurut juru bicara USGS Bob Kimmel, karena gempa susulan yang terjadi kekuatannya tak melebihi 5,3 maka gempa itu tak cukup besar memicu tsunami tambahan.
Gempa bumi bisa memicu tsunami ketika aktivitas seismik menyebabkan tanah di sepanjang jalur patahan bergerak ke atas atau ke bawah. Ketika bagian dari dasar laut bergeser secara vertikal, baik naik atau turun, seluruh kolom air menjadi terpindah.
Alhasil menurut Blakeman, ‘gelombang’ energi pun tercipta dan mendorong air yang ada. Menurut ahli geofisika USGS John Bellini, gempa bumi yang mendorong tanah ke arah horisontal cenderung tidak menyebabkan gelombang dahsyat.
Ketika energi mendorong lempeng Bumi secara horizontal, tanah tak akan naik atau turun, gempa pun tak akan cukup untuk menimbulkan tsunami, lanjut Bellini.
Ketinggian gelombang tsunami dipengaruhi pergerakan vertikal tanah. Jadi, perubahan topografi dasar laut bisa memperkuat atau mengurangi gelombang karena mereka berjalan bersama.
“Ketika bergerak di lautan, gelombang tsunami biasanya berjalan dengan kecepatan 805-1.287 kilometer per jam, kira-kira setara kecepatan pesawat jet,” kata Blakeman. Namun, kecepatan tsunami akan melambat ketika mendekati tanah, lanjutnya.
“Air tiba-tiba surut secara drastis dari pantai merupakan tanda peringatan tsunami sedang mendekat,” papar Blakeman.
Parahnya, terkadang tsunami datang berpasangan. Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika Indonesia, gempa 7,7 SR yang melanda Indonesia pada April lalu memicu dua tsunami.
Satu hal yang tak mempengaruhi tsunami adalah cuaca. Ini karena cuaca ditenagai energi yang berasal dari pergeseran dasar laut dan ombak secara signifikan tak terpengaruh kondisi cuaca di sekitarnya, tambah Blakeman.
Menurut USGS, untuk menentukan apakah gempa akan menghasilkan tsunami dan untuk memprediksi seberapa parah kerusakan yang akan ditimbulkan, peneliti mengukur tinggi dan energi gelombang berikutnya menggunakan sensor tekanan laut dan pengukur pasang surut.
inilah.com
0 komentar:
Post a Comment