Quick Info - PROFESOR Ian Frazer, pencipta vaksin human papillomavirus (HPV), vaksin pertama yang dirancang untuk menghentikan kanker, mengunjungi kalangan akademisi Indonesia. Lewat pemutaran film dokumenter dan kuliah akbar, Profesor Ian berbagi ilmu yang sangat inspiratif.Kuliah akbar Profesor Ian diawali pemutaran film dokumenter “Catching Cancer” (Terkena Kanker). Film berdurasi sekira satu jam tersebut berisi pandangan beberapa peneliti kanker asal universitas-universitas di Australia membahas isu terkini serta penanganan kanker di Australia.
“Pertumbuhan kanker bukan hanya dilawan dengan pola makan, tapi juga screening dini. Virus kanker memang tidak bisa dihitung, tapi bisa ditangkap,” kata Ian saat mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di Salemba, Jakarta, Selasa (26/4/2011).
Kedatangan Ian diharapkan menjadi masukan dan cara pandang baru bagi para peneliti maupun calon peneliti Indonesia soal bagaimana penanganan kanker semestinya.
“Untuk mengatasi kanker, butuh dedikasi, uang, dan waktu, seperti halnya pertumbuhan kanker yang tidak sebentar. Semakin banyak anak muda terselamatkan dari bahaya kanker dengan semakin banyak virus-virus lain yang ditemukan,” imbuhnya dalam film yang diproduksi ABC TV Australia itu.
Rencananya, peneliti yang baru saja diganjar sebagai Fellow of the Australian Academy of Science ini juga akan menyambangi Universitas Airlangga, Surabaya pada akhir kunjungannya 28 April 2011. Acara digelar untuk para kalangan akademisi, profesi medis, pemerintahan, ilmuwan, mahasiswa, dan peneliti Indonesia. Para peserta pun ambil bagian dalam diskusi dengan Profesor Ian.
“Poin utama mengurangi jumlah penderita kanker, adalah lewat edukasi dan memperkenalkan screening. But, it’s not easy. Kanker merupakan masalah sangat besar bagi setiap negara,” papar dosen imunologi program sarjana dan pascasarjana Universitas Queensland, Australia, ini dalam sesi diskusi.
“Dibutuhkan pula keterlibatan kalangan medis profesional. Kemampuan tiap negara juga berbeda, ada yang hanya bisa screening dengan vaksin atau ada yang hanya bisa screening. Vaksinnya mahal, tapi akan semakin murah seiring waktu berjalan,” jelas Direktur Diamantina Institute yang sempat memenangkan Australian of the Year 2006 atas karyanya dalam pengembangan vaksin kanker serviks HPV.
“Pertumbuhan kanker bukan hanya dilawan dengan pola makan, tapi juga screening dini. Virus kanker memang tidak bisa dihitung, tapi bisa ditangkap,” kata Ian saat mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di Salemba, Jakarta, Selasa (26/4/2011).
Kedatangan Ian diharapkan menjadi masukan dan cara pandang baru bagi para peneliti maupun calon peneliti Indonesia soal bagaimana penanganan kanker semestinya.
“Untuk mengatasi kanker, butuh dedikasi, uang, dan waktu, seperti halnya pertumbuhan kanker yang tidak sebentar. Semakin banyak anak muda terselamatkan dari bahaya kanker dengan semakin banyak virus-virus lain yang ditemukan,” imbuhnya dalam film yang diproduksi ABC TV Australia itu.
Rencananya, peneliti yang baru saja diganjar sebagai Fellow of the Australian Academy of Science ini juga akan menyambangi Universitas Airlangga, Surabaya pada akhir kunjungannya 28 April 2011. Acara digelar untuk para kalangan akademisi, profesi medis, pemerintahan, ilmuwan, mahasiswa, dan peneliti Indonesia. Para peserta pun ambil bagian dalam diskusi dengan Profesor Ian.
“Poin utama mengurangi jumlah penderita kanker, adalah lewat edukasi dan memperkenalkan screening. But, it’s not easy. Kanker merupakan masalah sangat besar bagi setiap negara,” papar dosen imunologi program sarjana dan pascasarjana Universitas Queensland, Australia, ini dalam sesi diskusi.
“Dibutuhkan pula keterlibatan kalangan medis profesional. Kemampuan tiap negara juga berbeda, ada yang hanya bisa screening dengan vaksin atau ada yang hanya bisa screening. Vaksinnya mahal, tapi akan semakin murah seiring waktu berjalan,” jelas Direktur Diamantina Institute yang sempat memenangkan Australian of the Year 2006 atas karyanya dalam pengembangan vaksin kanker serviks HPV.
0 komentar:
Post a Comment