Pengusaha minimarket di Jakarta cemas. Gara-garanya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menertibkan ratusan minimarket yang disinyalir tak memiliki izin resmi.
Tak tanggung-tanggung, minimarket yang tak sesuai Perda Nomor 2 tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta itu jumlahnya mencapai 661 minimarket.
Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Tutum Rahanta, mengecam Pemerintah DKI yang tak pernah mengajak bicara soal pendataan minimarket ilegal. "Ini tidak adil," katanya di Jakarta, Jumat 25 Februari 2011.
Aprindo menyesalkan Pemerintah DKI Jakarta yang tidak melakukan koordinasi sebelum pendataan diumumkan ke publik. Ancaman penutupan tempat usaha, menurut dia, telah membuat pengusaha takut. Apalagi sebagian besar dari mereka adalah pelaku usaha menengah ke bawah.
Tutum menyatakan, Aprindo sebagai wakil pengusaha, kecewa karena tidak ada pemberitahuan terlebih dulu dari Pemerintah DKI. "Pengusaha resah, mereka tak tahu kelanjutan usahanya," ujarnya.
Mengenai tudingan minimarket mematikan pasar tradisional, Tutum mengatakan, "Tidak ada fakta kalau pasar tradisional lebih ramai tanpa minimarket," katanya.
Jenis barang yang dijual di minimarket pun berbeda. Minimarket tak pernah menjual daging segar. "Itu hanya di pasar tradisional," tutur dia, menambahkan.
Ketua Komisi Tetap Waralaba dan Lisensi Kadin Indonesia, Amir Karamoy, mengatakan bahwa pengumuman penutupan besar-besaran merupakan tindakan gegabah.
Amir setuju bila Pemerintah DKI menertibkan minimarket yang tidak memenuhi izin. Tapi seharusnya, Pemerintah DKI sejak dari awal melarang minimarket yang beroperasi tanpa memiliki kelengkapan izin.
"Bukan sudah jalan dua tahun baru ribut. Selama ini ke mana?" kata dia saat dihubungi VIVAnews.com. "Saya yakin selama dua tahun itu ada kolusi, sehingga minimarket tetap bisa operasi tanpa izin."
Amir menilai, pemerintah bisa kena jerat hukum bila ternyata penertiban ini justru membuat waralaba mati. Minimarket yang sebagian besar waralaba masuk dalam klausul Undang-undang nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; serta Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba.
"Intinya, dalam peraturan itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib melindungi usaha waralaba," katanya. "Hati-hati kalau mau menertibkan waralaba."
***
Berkaitan dengan rencana penertiban tersebut, pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyatakan akan terus mendata minimarket ilegal hingga 27 Februari 2011. Menurut Sekretaris Daerah Pemprov DKI Jakarta Fadjar Panjaitan, instruksi itu sudah disampaikan kepada Asisten Perekonomian dan Administrasi DKI, Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Perdagangan (KUMKP) DKI, serta pengelola PD Pasar Jaya.
"Hasil inventarisasi akan langsung disampaikan ke Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, untuk ditindaklanjuti,” kata Fadjar di Jakarta, Senin lalu.
Beberapa surat yang akan diperiksa di antaranya surat keterangan domisili yang dikeluarkan camat dan lurah, Undang-Undang Gangguan oleh Satpol PP, Tanda Daftar Perusahaan, dan Surat Izin Usaha Perdagangan yang dikeluarkan Suku Dinas Koperasi UMKM dan Perdagangan, Izin Mendirikan Bangunan dari Suku Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan, serta izin prinsip yang dikeluarkan walikota.
Sedangkan laporan pendataan yang akan diserahkan terbagi menjadi tiga kelompok, yakni minimarket yang dokumennya lengkap, minimarket berdokumen tak lengkap, dan minimarket yang berdokumen tak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pemda juga akan mengkategorikan penertiban sesuai ketentuan Peraturan Daerah Perpasaran Swasta, yaitu minimarketnya dibongkar, ditutup, atau diizinkan. Untuk masalah ini, tidak menutup kemungkinan Pemerintah Provinsi DKI akan melibatkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). "Keberadaan komisi ini diperlukan, kami akan minta mereka menyelesaikan masalah ini," katanya.
Dalam peraturan disebutkan mini swalayan maksimal memiliki luas 4.000 meter per segi. Usaha perpasaran swasta yang luas lantainya 100-200 meter per segi harus berjarak 500 meter dari pasar lingkungan, dan terletak di sisi jalan lingkungan atau kolektor, atau arteri. Waktu penyelenggaraan usaha juga dibatasi mulai pukul 09.00 hingga 22.00.
Fadjar menerangkan, peraturan daerah juga mengatur kewenangan memberi izin berdasarkan jarak. Jika minimarket memiliki luas 200 meter, perizinannya akan dikeluarkan walikota yang bersangkutan. Sedangkan, jika luasnya 2.000 meter, perizinannya cukup di tangan wakil gubernur. Namun jika luasnya lebih dari 2.000 meter, perizinannya harus ditandatangani gubernur.
VIVAnews
Tak tanggung-tanggung, minimarket yang tak sesuai Perda Nomor 2 tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta itu jumlahnya mencapai 661 minimarket.
Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Tutum Rahanta, mengecam Pemerintah DKI yang tak pernah mengajak bicara soal pendataan minimarket ilegal. "Ini tidak adil," katanya di Jakarta, Jumat 25 Februari 2011.
Aprindo menyesalkan Pemerintah DKI Jakarta yang tidak melakukan koordinasi sebelum pendataan diumumkan ke publik. Ancaman penutupan tempat usaha, menurut dia, telah membuat pengusaha takut. Apalagi sebagian besar dari mereka adalah pelaku usaha menengah ke bawah.
Tutum menyatakan, Aprindo sebagai wakil pengusaha, kecewa karena tidak ada pemberitahuan terlebih dulu dari Pemerintah DKI. "Pengusaha resah, mereka tak tahu kelanjutan usahanya," ujarnya.
Mengenai tudingan minimarket mematikan pasar tradisional, Tutum mengatakan, "Tidak ada fakta kalau pasar tradisional lebih ramai tanpa minimarket," katanya.
Jenis barang yang dijual di minimarket pun berbeda. Minimarket tak pernah menjual daging segar. "Itu hanya di pasar tradisional," tutur dia, menambahkan.
Ketua Komisi Tetap Waralaba dan Lisensi Kadin Indonesia, Amir Karamoy, mengatakan bahwa pengumuman penutupan besar-besaran merupakan tindakan gegabah.
Amir setuju bila Pemerintah DKI menertibkan minimarket yang tidak memenuhi izin. Tapi seharusnya, Pemerintah DKI sejak dari awal melarang minimarket yang beroperasi tanpa memiliki kelengkapan izin.
"Bukan sudah jalan dua tahun baru ribut. Selama ini ke mana?" kata dia saat dihubungi VIVAnews.com. "Saya yakin selama dua tahun itu ada kolusi, sehingga minimarket tetap bisa operasi tanpa izin."
Amir menilai, pemerintah bisa kena jerat hukum bila ternyata penertiban ini justru membuat waralaba mati. Minimarket yang sebagian besar waralaba masuk dalam klausul Undang-undang nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; serta Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba.
"Intinya, dalam peraturan itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib melindungi usaha waralaba," katanya. "Hati-hati kalau mau menertibkan waralaba."
***
Berkaitan dengan rencana penertiban tersebut, pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyatakan akan terus mendata minimarket ilegal hingga 27 Februari 2011. Menurut Sekretaris Daerah Pemprov DKI Jakarta Fadjar Panjaitan, instruksi itu sudah disampaikan kepada Asisten Perekonomian dan Administrasi DKI, Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Perdagangan (KUMKP) DKI, serta pengelola PD Pasar Jaya.
"Hasil inventarisasi akan langsung disampaikan ke Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, untuk ditindaklanjuti,” kata Fadjar di Jakarta, Senin lalu.
Beberapa surat yang akan diperiksa di antaranya surat keterangan domisili yang dikeluarkan camat dan lurah, Undang-Undang Gangguan oleh Satpol PP, Tanda Daftar Perusahaan, dan Surat Izin Usaha Perdagangan yang dikeluarkan Suku Dinas Koperasi UMKM dan Perdagangan, Izin Mendirikan Bangunan dari Suku Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan, serta izin prinsip yang dikeluarkan walikota.
Sedangkan laporan pendataan yang akan diserahkan terbagi menjadi tiga kelompok, yakni minimarket yang dokumennya lengkap, minimarket berdokumen tak lengkap, dan minimarket yang berdokumen tak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pemda juga akan mengkategorikan penertiban sesuai ketentuan Peraturan Daerah Perpasaran Swasta, yaitu minimarketnya dibongkar, ditutup, atau diizinkan. Untuk masalah ini, tidak menutup kemungkinan Pemerintah Provinsi DKI akan melibatkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). "Keberadaan komisi ini diperlukan, kami akan minta mereka menyelesaikan masalah ini," katanya.
Dalam peraturan disebutkan mini swalayan maksimal memiliki luas 4.000 meter per segi. Usaha perpasaran swasta yang luas lantainya 100-200 meter per segi harus berjarak 500 meter dari pasar lingkungan, dan terletak di sisi jalan lingkungan atau kolektor, atau arteri. Waktu penyelenggaraan usaha juga dibatasi mulai pukul 09.00 hingga 22.00.
Fadjar menerangkan, peraturan daerah juga mengatur kewenangan memberi izin berdasarkan jarak. Jika minimarket memiliki luas 200 meter, perizinannya akan dikeluarkan walikota yang bersangkutan. Sedangkan, jika luasnya 2.000 meter, perizinannya cukup di tangan wakil gubernur. Namun jika luasnya lebih dari 2.000 meter, perizinannya harus ditandatangani gubernur.
VIVAnews
0 komentar:
Post a Comment