Sepertinya sampai saat ini efek teror bom buku yang dikirimkan ke aktivis Jamaah Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar Abdalla, Kepala BNN Gories Mere, pengacara Yapto Suryo Sumarno dan musisi Ahmad Dani, Selasa (15/3) pekan lalu, belum hilang di masyarakat. Masih banyaknya laporan penemuan benda-benda yang dicurigai sebagai bom di beberapa daerah, membuktikan masih resahnya masyarakat, atau mungkin mengalami trauma, dengan adanya teror bom itu.
Belum adanya pelaku yang dapat ditangkap menjadikan rasa takut masih menghinggapi masyarakat sehingga masyarakat menjadi sangat sensitif dan ekstra curiga. Keadaan seperti ini seharusnya tidak boleh dibiarkan berlarut-larut oleh pemerintah karena sesuai dengan amanat konstitusi kita, setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman.
Walaupun sampai saat ini tidak ada korban jiwa namun bom di Utan Kayu, lokasi kantor JIL, menyebabkan beberapa orang terluka, diantaranya Kompol Dodi Rahmawan yang terpaksa harus menjalani amputasi. Menurut para petinggi Polri sendiri, jatuhnya korban dikarenakan adanya pelanggaran prosedur oleh Kompol Dodi yang tidak menunggu kedatangan tim penjinak bom. Namun sebenarnya apa yang disebut pelanggaran prosedur itu tidak akan terjadi jika tim Gegana segera datang ke lokasi, sementara faktanya Gegana sendiri belum sampai ke lokasi padahal sudah lewat beberapa jam dari saat melaporkan ke kantor polisi.
MBM Tempo hari ini juga menulis berita yang menyebutkan bahwa sebelum dilaporkan ke polisi, penemuan bom itu sudah diketahui oleh tiga orang polisi yang mengaku berasal dari Mabes Polri yang hendak memantau keadaan. Bahkan ketiga polisi inilah yang menyuruh staf di kantor JIL itu untuk melapor ke kantor polisi dan mereka juga sempat mengutak-atik bom yang disembunyikan dalam buku itu.
Sebelumnya, Tempo juga menyebutkan adanya beberapa orang tak dikenal yang datang dengan sebuah mobil dan sempat mengambil gambar di lokasi ledakan bom itu. Mereka sempat bertanya kepada staf keamanan tentang Ulil, dan anehnya orang-orang tak dikenal ini juga hadir saat bom meledak.
Ada beberapa kalangan yang dahulu menyebut bahwa bom buku itu salah sasaran karena Ulil sudah tidak aktif di JIL. Karena saat ini Ulil sendiri menjadi pengurus pusat Partai Demokrat dan memang tidak lagi aktif di JIL maka anggapan itu terlihat masuk akal. Namun, dari berita di Tempo itu, anggapan itu ternyata salah karena Ulil rutin mengikuti rapat di Utan Kayu setiap hari Selasa sore. Jadi bisa disimpulkan bahwa pelaku teror bom justru sangat paham dengan calon korbannya.
Kejanggalan-kejanggalan di Utan Kayu itu semakin menciptakan tanda tanya dan bisa jadi, akan menimbulkan analisa-analisa baru tentang motif dan pelaku teror bom itu. Berita di Tempo ini sebenarnya juga bisa dijadikan tambahan informasi bagi polisi untuk membuat terang teror bom ini. Kehadiran tiga anggotanya di Utan Kayu juga harus di selidiki dan bisa dijelaskan dengan transparan, begitu juga dengan keterlambatan Gegana tiba di lokasi dan kejelasan siapa yang menelpon Kompol Dodi, yang diduga memberikan instruksi menjinakkan bom itu.
Tanpa ada penjelasan yang memuaskan dari kepolisian, dengan fakta-fakta yang ada, tentunya akan menggiring opini masyarakat untuk menganggap kepolisian terlibat dalam teror bom ini. Tentunya hal seperti ini tidak diharapkan oleh kepolisian namun hanya kepolisian sendiri yang bisa dan punya hak untuk menjelaskan dan menuntaskan masalah ini.
Masyarakat juga ingin kasus teror bom ini segera dapat terungkap karena adanya teror bom ini benar-benar meresahkan dan mengganggu. Pemerintah sendiri seharusnya ikut mendukung pengungkapan pelaku dan motif teror ini karena pemerintah punya kepentingan juga untuk membuktikan bahwa teror bom ini bukan sarana pengalihan isu belaka seperti yang dilontarkan banyak pihak.
Sementara, seperti biasanya, masyarakat hanya bisa menunggu dan berharap teror bom ini dapat segera diungkap. Namun jika tidak juga bisa terungkap, lagi-lagi seperti biasanya, tentu akan dilupakan atau tertutup kehebohan berita-berita yang lain.
http://politik.kompasiana.com
Belum adanya pelaku yang dapat ditangkap menjadikan rasa takut masih menghinggapi masyarakat sehingga masyarakat menjadi sangat sensitif dan ekstra curiga. Keadaan seperti ini seharusnya tidak boleh dibiarkan berlarut-larut oleh pemerintah karena sesuai dengan amanat konstitusi kita, setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman.
Walaupun sampai saat ini tidak ada korban jiwa namun bom di Utan Kayu, lokasi kantor JIL, menyebabkan beberapa orang terluka, diantaranya Kompol Dodi Rahmawan yang terpaksa harus menjalani amputasi. Menurut para petinggi Polri sendiri, jatuhnya korban dikarenakan adanya pelanggaran prosedur oleh Kompol Dodi yang tidak menunggu kedatangan tim penjinak bom. Namun sebenarnya apa yang disebut pelanggaran prosedur itu tidak akan terjadi jika tim Gegana segera datang ke lokasi, sementara faktanya Gegana sendiri belum sampai ke lokasi padahal sudah lewat beberapa jam dari saat melaporkan ke kantor polisi.
MBM Tempo hari ini juga menulis berita yang menyebutkan bahwa sebelum dilaporkan ke polisi, penemuan bom itu sudah diketahui oleh tiga orang polisi yang mengaku berasal dari Mabes Polri yang hendak memantau keadaan. Bahkan ketiga polisi inilah yang menyuruh staf di kantor JIL itu untuk melapor ke kantor polisi dan mereka juga sempat mengutak-atik bom yang disembunyikan dalam buku itu.
Sebelumnya, Tempo juga menyebutkan adanya beberapa orang tak dikenal yang datang dengan sebuah mobil dan sempat mengambil gambar di lokasi ledakan bom itu. Mereka sempat bertanya kepada staf keamanan tentang Ulil, dan anehnya orang-orang tak dikenal ini juga hadir saat bom meledak.
Ada beberapa kalangan yang dahulu menyebut bahwa bom buku itu salah sasaran karena Ulil sudah tidak aktif di JIL. Karena saat ini Ulil sendiri menjadi pengurus pusat Partai Demokrat dan memang tidak lagi aktif di JIL maka anggapan itu terlihat masuk akal. Namun, dari berita di Tempo itu, anggapan itu ternyata salah karena Ulil rutin mengikuti rapat di Utan Kayu setiap hari Selasa sore. Jadi bisa disimpulkan bahwa pelaku teror bom justru sangat paham dengan calon korbannya.
Kejanggalan-kejanggalan di Utan Kayu itu semakin menciptakan tanda tanya dan bisa jadi, akan menimbulkan analisa-analisa baru tentang motif dan pelaku teror bom itu. Berita di Tempo ini sebenarnya juga bisa dijadikan tambahan informasi bagi polisi untuk membuat terang teror bom ini. Kehadiran tiga anggotanya di Utan Kayu juga harus di selidiki dan bisa dijelaskan dengan transparan, begitu juga dengan keterlambatan Gegana tiba di lokasi dan kejelasan siapa yang menelpon Kompol Dodi, yang diduga memberikan instruksi menjinakkan bom itu.
Tanpa ada penjelasan yang memuaskan dari kepolisian, dengan fakta-fakta yang ada, tentunya akan menggiring opini masyarakat untuk menganggap kepolisian terlibat dalam teror bom ini. Tentunya hal seperti ini tidak diharapkan oleh kepolisian namun hanya kepolisian sendiri yang bisa dan punya hak untuk menjelaskan dan menuntaskan masalah ini.
Masyarakat juga ingin kasus teror bom ini segera dapat terungkap karena adanya teror bom ini benar-benar meresahkan dan mengganggu. Pemerintah sendiri seharusnya ikut mendukung pengungkapan pelaku dan motif teror ini karena pemerintah punya kepentingan juga untuk membuktikan bahwa teror bom ini bukan sarana pengalihan isu belaka seperti yang dilontarkan banyak pihak.
Sementara, seperti biasanya, masyarakat hanya bisa menunggu dan berharap teror bom ini dapat segera diungkap. Namun jika tidak juga bisa terungkap, lagi-lagi seperti biasanya, tentu akan dilupakan atau tertutup kehebohan berita-berita yang lain.
http://politik.kompasiana.com
0 komentar:
Post a Comment